“Langsung aja aku mau lompat ketakutan. Teriak aku. Ininya dia,” kata Horas melanjutkan ceritanya.
Semua perhatian rombongan langsung terpusat ke titik yang ditunjuk Horas. Si paranormal mendekat, diikuti rombongan lain. Cahaya senter handphone diarahkan ke benda itu.
Tohap menggambarkan, benda itu miniatur kepala manusia. Terbuat dari tanah liat. Teksturnya keras seperti batu bata. Warnanya coklat, hitam, kehijauan. Warna hijau itu bersumber dari lumut. Punya hidung, telinga, dan mulut. Bagian atas atau batoknya kehitaman.
Benda itu diletakkan sedemikian rupa dengan tegak, di atas susunan sejumlah potongan tulang belulang. Tidak tau tulang hewan atau manusia. Horas mengatakan, sesuai penerawangan si paranormal, tulang belulang itu adalah tulang belulang manusia. Ukuran panjangnya rata-rata sepuluh centi meter. Diameternya beragam. Satu sampai satu setengah centi meter.
Horas mengaku keringatnya langsung bercucuran karena rasa takut. Detak jantungnya semakin kencang. Dia merasakan rombongan lain juga mengalami hal sama. Kecuali si paranormal, nampak tenang dan waspada.
Suasana hening. Menunggu petunjuk dari si paranormal. Rombongan belum ada yang menyentuh benda itu. Masih hanya ditatapi. Semua heran.
“Ambil plastik,”perintah si paranormal.
Dengan sigap, istri Horas mengeluarkan plastik kresek hitam dari tasnya. Dia serahkan kepada Horas. Paranormal itu kemudian menyuruh Horas menadahkan plastik itu. Dengan hati-hati, paranormal itu mengangkat benda itu satu persatu. Dimulai dari miniatur kepala itu, disusul tulang-belulang itu dikutipny satu persatu. Semuanya dimasukkan ke plastik.
“Ikat,” kata si paranormal.
Kedua ujuang plastik kresek itu kemudian diikatkan Horas setelah semua benda-benda itu dimasukkan si paranormal ke dalamnya.
“Ayok kita pulang,” kata si paranormal.
Dengan tangan gemetaran, Horas menyerahkan bungkusan itu dipegang istrinya.
Rombongan kemudian beranjak meninggalkan lokasi itu, berjalan menuju mobil yang diparkir di pinggir jalan.
Horas yang tadinya pas baru berangkat hendak melakukan pencarian tidak sedikit pun merasa takut, kini sudah keringat dingin dan jantungnya berdegup kencang.
Horas tidak mau lagi berjalan terpisah agak berjarak dari rombongan. Semua rombongan berjalan saling berdekatan. Tiap melangkah sekitar satu meter, Horas selalu menoleh ke belakang.
“Siapanya mau ngikuti kami dari belakang ya? Jangan-jangan disergap hantunya pula nanti kami. Gitulah pikiranku terus. Tiap jalan satu meter, kulihat ke belakang,” kata Horas menceritakan ketakutannya.
Mesin mobil dihidupkan. Semua rombongan masuk ke mobil. Istri Horas menyerahkan bungkusan benda itu ke sepupu Tohap.
“Kau laki-lakinya kau. Kaulah yang pegang ini. Gitulah kubilang sama ito itu. Aku juga takut memegang. Udah gemetar tanganku,” sebut istri Horas menimpali.
Rombongan tiba di rumah Tohap sekitar pukul 23.30 WIB. Benda itu kemudian dikeluarkan si paranormal dari dalam bungkusan. Suasana tegang hening. Semua menunggu arahan si paranormal.
“Nggak usah dibawa ke rumah. Ini harus kita bakar. Di samping rumah ini aja kita bakar,” kata si paranormal.
Horas menyiapkan minyak bensin untuk menyulut pembakaran. Sebelum dilakukan pembakaran, rombongan kembali memeriksa lebih detail, apa yang ada dalam benda berbentuk miniatur kepala itu. Ternyata, terdapat paku-paku ukuran kurang lebih 1,5 inchi, tertancap di sekeliling benda tersebut.
“Ada sekitar 10 biji paku itu,”kata Horas.
Horas menuturkan, sesuai dengan penerawangan si paranormal, paku-paku itulah medium perantara kekuatan gaib yang membuat Tohap sakit.
Benda berbentuk kepala itu kemudian disirami bensin. Begitu juga tulang-belulang yang ditemukan bersama benda itu. Mancis dihidupkan untuk menyulut pembakaran. Tidak mudah membuat benda itu hangus terbakar. Berulang kali mereka harus menyirami bensin untuk mempercepat proses pembakaran.
“Tidak semua bisa hangus terbakar. Sisanya yang tak terbakar, kami buang ke sungai,” kata Horas.
Selanjutnya si paranormal pulang ke rumahnya bersama anaknya, karena ada panggilan mendadak, untuk mengobati yang lain. Horas dan rombongan yang lain tinggal di rumah Tohap.
Sekitar pukul 03.00 WIB, Horas terjaga dari tidurnya. Dia mendengar bunyi mesin sepeda motor sedang dihidupkan. Merasa penasaran itu bunyi sepeda motor siapa, dia mengintip dari celah dinding rumah Tohap. Ternyata, si laki-laki tetangga Tohap, yang dulu pernah minta-minta tolong secara tiba-tiba ke rumah Tohap karena istrinya sakit, sedang menghidupkan sepeda motornya.
Dalam benak Horas datang rasa bertanya-tanya. Mau kemana laki-laki itu menghidupkan sepeda motor dini hari seperti ini. Dia terus mengintip dari celah dinding. Rupanya, laki-laki itu melajukan sepeda motornya ke arah atas kampung, searah jalan dengan lokasi Horas dan rombongan menemukan benda aneh tadi.
Karena penasaran, Horas tidak lagi melanjutkan tidurnya. Dia duduk-duduk. Dalam hatinya terus bertanya. Mau kemana laki-laki itu. Sekitar kurang lebih satu jam kemudian, suara mesin sepeda motor melaju di jalan kembali terdengar. Horas kembali mengintip. Rupanya laki-laki itu sudah kembali ke rumahnya.
Saat mentari sudah terbit, sekitar pukul 07.30 WIB, telepon seluler Horas berdering. Si paranormal memanggil. Dari seberang paranormal itu mengatakan, sesuai penerawangannya, si pembuat guna-guna itu sudah gelisah dan tak bisa nyenyak tidur, karena benda itu sudah diambil. Mendengar pernyataan itu, dalam benak Horas langsung terngiang tentang laki-laki yang naik sepeda motor dini hari tadi.
Si paranormal itu kemudian menyampaikan, bahwa masih ada benda mistis lain yang dibuat oleh si pembuat guna-guna, menyakiti Tohap. Benda itu berada di halaman rumah Tohap.
“Dua minggu lagi kita ambil,” kata si paranormal.
BERSAMBUNG…