SIMALUNGUN – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Simalungun mengeluarkan putusan atas dugaan tindak pidana penggelapan yang dituduhkan kepada Melda Kristina Purba, Pemilik Angel Kebaya Siantar.
Majelis hakim, yakni Ketua Golom Silitonga serta Anggota Yudhi Dharma dan Widiastuti, membacakan putusan vonis bebas, pada Rabu (22/11/2023).
Dalam putusan tersebut, ada beberapa poin yang disampaikan majelis hakim. Pertama, Melda tidak melakukan tindak pidana. Kedua, melepaskan Melda dari segala tuntutan hukum.
Ketiga, memerintahkan Melda dibebaskan dari tahanan. Dan keempat, memulihkan hak-hak Melda dalam kemampuan, kedudukan, harkat, serta martabatnya.
Sebelumnya, Firmansyah, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Simalungun, menuntut Melda dengan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan.
Atas vonis bebas bebas tersebut, Melda mengucap syukur dan menyampaikan rasa terimakasihnya.
“Puji Tuhan. Aku ucapkan terimakasih kepada Yang Maha Kuasa, majelis hakim, dan kuasa hukum. Aku sangat bahagia dengan putusan yang dibacakan oleh majelis hakim,” ucap Melda, Jumat (24/11/2023).
Dalam kesempatan ini, Melda juga menyampaikan rasa sedih atas tuduhan kepadanya. Melda menuturkan, sebelum dan selama menjalani proses hukum tersebut, Melda mengalami banyak sekali tekanan mental.
“Aku sudah dipenjara selama 3 bulan atas apa yang tidak aku lakukan,” ucap Melda.
Melda mengisahkan, kasus yang dialaminya tersebut bermula pada tahun 2020 silam. Saat itu, Melda dipecaya menjadi Ketua Arisan Online.
Dalam grup arisan online tersebut, lanjut Melda, pelapor Emma Malini Sianipar merupakan anggota.
“Waktu itu, lebih dari 100 orang anggota arisan online kami itu,” jelas Melda.
Seiring berjalannya waktu, lanjut Melda, banyak anggota yang tidak membayarkan lagi kewajibannya. Padahal, anggota tersebut sudah menerima uang arisan.
“Banyak yang lari habis narik (uang). Semakin lama semakin banyak yang lari. Awalnya kutalangi yang lari. Gali lubang tutup lubang lah aku. Ada sekitar 20 anggota yang lari dan total uang yang ditarik sekitar Rp3 milyar,” jelas Melda.
Melda menuturkan, persoalan anggota yang tidak bertanggungjawab tersebut dilaporkannya ke grup messanger arisan online.
“Jadi, semua anggota bisa mengetahui masalah yang ada,” ucap warga Jalan Bandung, Kecamatan Siantar Barat, ini.
Hingga akhirnya, arisan online itu pun ditutup. Setelah itu, diperoleh solusi bahwa Melda akan mencicil sisa uang semua anggota.
“Awalnya pelapor ini menerima solusi itu. Uangnya (pelapor) ada Rp100 juta dan sudah kucicil Rp61 juta,” ungkap Melda.
Namun tiba-tiba, Emma melaporkan Melda ke Polda Sumut atas dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan.
“Aku juga bingung kenapa tiba-tiba aku dilaporkan. Padahal, uangnya kucicil. Dia (pelapor) juga sudah banyaknya narik uang arisan. Sudah banyak keuntungannya,” ungkap Melda.
Tidak hanya laporan polisi tersebut, Melda juga mendapatkan perlakuan-perlakuan tak pantas, seperti dicegat di jalan dan dituduh memiliki harta dari hasil penipuan.
“Harta yang kami punya dibilang hasil penipuan. Rumah orangtua, usaha, mobil, semua dibilang hasil menipu. Padahal, semua itu kami punya jauh sebelum ada arisan online itu. Aku diviralkan di Facebook. Aku juga dibilang menipu Rp11 milyar. Buktikan kalau aku ada menipu,” papar Melda.
Melda menjelaskan, harta yang mereka miliki tersebut diperoleh dari hasil kerja keras, seperti rumah orangtua yang dibangun secara bertahap dan jual mobil untuk kredit mobil baru.
“Tempat usahaku ini juga yang masih mengontrak. Ruko ini bukan milik kami,” ucap Melda.
Selama mendekam di Lapas Klas IIA Pematang Siantar, kata Melda, kondisi usaha miliknya itu pun tidak baik.
“Pelangganku nggak datang. Karyawanku banyak nggak kerja lagi. Aku sudah 19 tahun merintis usaha ini,” ujar Melda.
Melda mengalami banyak kerugian atas apa yang dia tidak perbuat, seperti tekanan mental dan kerugian material maupun immaterial.
Oleh sebab itu, Melda meminta agar nama baiknya dapat dipulihkan.
“Aku minta nama baikku dipulihkan. Aku bukan penipu,” tegas Melda. (Jos)