SIMALUNGUN – Program peningkatan kapasitas paralegal yang dilaksanakan oleh para kepala desa (pangulu) se-Kabupaten Simalungun pada tahun 2024 diduga menjadi ajang kolusi dalam penggunaan dana desa antara pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Simalungun dan para pangulu.
Dugaan kolusi itu disinyalir terjadi karena jumlah honorarium yang diterima oleh pihak kejaksaan sebagai narasumber dalam kegiatan tidak berbanding lurus dengan fakta jumlah kegiatan.
Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa program peningkatan kapasitas paralegal tahun 2024 ini adalah kegiatan tingkat desa (nagori) yang biayanya bersumber dari APBDes masing-masing desa. Biaya dimaksud termasuk untuk honorarium narasumber yang berasal dari Kejaksaan.
Salah satu pangulu di Kecamatan Panei menyebutkan bahwa sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB), kegiatan dimaksud seharusnya digelar di masing-masing nagori. Namun, faktanya kegiatan tersebut digelar di tingkat kecamatan dengan menggabungkan seluruh nagori dalam satu wilayah kecamatan yang bersangkutan.
Ironisnya, meskipun kegiatan yang sesuai rencana awal dilaksanakan di masing-masing nagori digabungkan menjadi satu kali pelaksanaan di tingkat kecamatan, namun honorarium narasumber tetap dibayarkan sesuai jumlah dalam RAB oleh seluruh pangulu kepada para jaksa yang bertindak sebagai pemateri.
“Ya, tetap saja kami bayarkan,” ujar salah satu pangulu yang meminta namanya tidak disebutkan.
Pihak Kejari Simalungun Mengakui Kegiatan Digabung di Kecamatan
Kepala Seksi Intelijen Kejari Simalungun, Sumitro Situmorang, yang didampingi oleh salah seorang jaksa, David Siregar, membenarkan bahwa kegiatan tersebut memang dilaksanakan secara terpusat di kecamatan, bukan di masing-masing nagori.
Menurut David Siregar, hal ini terjadi karena keterbatasan jumlah sumber daya manusia di Kejari Simalungun untuk menjadi narasumber, yang kurang memungkinkan untuk efektif dari segi waktu, dalam hal menjangkau seluruh Nagori di Kabupaten Simalungun jika kegiatan dimaksud dilaksanakan di setiap nagori.
“Kami sudah jelaskan, kami kekurangan personel untuk itu. Makanya kegiatan dilaksanakan di kecamatan. Itu kesepakatan dari pangulu-pangulu juga. Kami kan yang diminta mereka menjadi narasumber. Pangulunya pengelola anggarannya,” ujar David yang diamini oleh Sumitro, saat ditemui di Kantor Kejari Simalungun, Selasa 11 Maret 2025 sekira pukul 15.30 WIB.
Dia tidak menampik bahwa para jaksa yang menjadi narasumber tetap menerima honor dari masing-masing nagori meskipun kegiatan hanya dilakukan satu kali di kecamatan.
“Ya, mereka memberi, kami menerima,” katanya.
Terkait dengan apakah hal tersebut dapat dikategorikan melanggar aturan atau tidak, David mengembalikannya kepada setiap pihak untuk memberikan penilaian.
“Tergantung siapa yang menilai,” ujarnya singkat.
David juga tidak bersedia menanggapi lebih jauh saat diminta pendapat apakah tidak lebih baik jika dilakukan pengurangan anggaran di masing-masing nagori untuk kegiatan dimaksud, karena realita jumlah kegiatan sudah berkurang dari yang direncanakan.
“Itu kembali kepada para pangulu. Silakan ditanyakan langsung kepada mereka,” pungkasnya. (Jos/CM)