Wahanainfo | Tebing Tinggi – Proses Pemilihan Umum (PEMILU) di Indonesia merupakan krusial dan pilar utama dari sistem demokrasi yang memerlukan partisipasi aktif dari semua warga, termasuk perumpuan.
Namun, sejarah menunjukkan bahwa perempuan sering kali menghadapi tantangan dan hambatan dalam memainkan peran yang signifikan dalam proses pemilu.
Seiring, dengan meningkatnya kesadaran akan inklusi gender, penting bagi perempuan untuk terlibat aktif dalam pengawasan pemilu. Meskipun terdapat peningkatan partisipasi perempuan dalam politik dan proses pemilu diberbagai daerah, masih ada kendala dan tantangan yang harus diatasi agar perempuan dapat berperan secara efektif dalam pengawasan pemilu.
Saat ini kita sedang memasuki pesta demokrasi pemilu 2024 (pemilu ke lima di era informasi). Perempuan harus hadir dan turut berpartisipasi sebagai subjek atau pelaku sebagai pengawas pemilu bukan hanya sekedar sebagai pengikut atau objek yang hanya bisa menikmati saja.
Dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum,
Salah satunya memberikan kesempatan besar bagi kaum perempuan untuk berpatisipasi sebagai penyelenggara pemilu dengan mengharuskan terpilihnya kuota minimal 30% untuk perempuan. Dan Negara harus menjamin tercapainya pemilihan kuota tersebut sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.
Ruang partisipasi perempuan tetap terakomodir. Perempuan bisa menjadi penyelenggara pengurus pemilu di berbagai tingkatan.
Untuk tingkatan Panwaslu Kecamatan Kelurahan memang ada kenaikan yang cukup signifikan dalam keterlibatan perempuan sebagai penyelenggara Pemilu. Pesta demokrasi tahun-tahun sebelumnya mencari sumber daya untuk menjadi penyelenggara Ad-Hoc perempuan ditingkat Panwaslu itu agak susah, hambatan dari perempuan itu untuk masuk ke Badan Penyelenggara Pemilu harus izin dari suami dan izin dari orang tua, masalah pengetahuan terkait kepemiluan masih sulit bagi perempuan termasuk masalah geografis juga syarat usia calon anggota Panwaslu minimal berusia 25 Tahun.
Tetapi secara pribadi setiap pemilu ke pemilu tahun selanjutnya keterlibatan perempuan mengalami peningkatan, apalagi sejak diterbitkan PERPU No. 1 Tahun 2022 Tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, yang di terbitkan Presiden Joko Widodo pada 12 Desemberter 2022 dan di setujui rapat paripurna DPR pada 04 April 2023 terdapat 8 Tema atau Subtansi besar yang diatur didalam PERPU No. 1 Tahun 2022, Salah satunya merupakan syarat usia calon Panwaslu Kecamatan, calon anggota Panwaslu Kelurahan/Desa dan Pengawas TPS turun dari usia 25 Tahun menjadi berusia paling rendah 21 Tahun. Ini merupakan peluang yang besar bagi kita kaum perempuan-perempuan muda untuk mengambil peran sebagai penyelenggara Pengawas Pemilu.
Selain itu perempuan juga dapat menjadi mitra penyelenggara pemilu untuk mensosialisasikan pentingnya menjadi pemilih cerdas agar tercipta pemilu yang berkeadilan serta aktif melakukan pemantauan.
Perempuan juga dapat berperan aktif sebagai pemantau pemilu yg terintegrasi.
Keunggulang-Keunggulan Perempuan Sebagai Penyelenggara Pemilu.
Dengan melibatkan lebih banyak perempuan dalam peran sebagai pengawas pemilu kita dapat mencapai keterwakilan yang lebih baik dari seluruh spektrum masyarakat. Ini akan memastikan bahwa kepentingan dan perspektif perempuan terwakili secara adil dalam proses pengawasan pemilu.
Perempuan mungkin lebih peka terhadap isu-isu gender yang muncul dalam konteks pemilu. Mereka dapat membantu memastikan keadilan gender dalam pemilihan calon, patisipasi politik dan perlindungan terhadap ancaman atau kekerasan politik terhadap perempuan.
Perempuan sering kali memiliki kemampuan komunikasi dan diplomasi yang kuat, mereka dapat membangun hubungan yang baik dengan pemangku kepentingan yang beragam dan mengatasi konflik secara efektif, yang sangat penting dalam menjalankan peran penyelenggara pengawas pemilu.
Harapan nya kedepan, perkembangan era saat ini, perempuan mulai di perhitungkan dan di berdayakan. Perempuan bisa ikut berpartisipasi aktif dalam mengawasi pemilu dengan saling bergandengan tangan dengan Bawaslu guna meminimalisir terjadinya pelanggaran guna mencapai pemilu yang demokratis, adil dan transparan.
Penulis : Basraini Sipahutar, Anggota Panwaslu Kecamatan Tebing Tinggi Kota.