https/wahanainfo.com|Kab Bekasi – Kebebasan pers kembali mendapat ancaman nyata di lapangan. Seorang jurnalis lokal, M. Aldis alias Al, menjadi korban intimidasi verbal hingga ancaman kekerasan fisik dari seorang pemuda berinisial H, yang diduga terkait dengan kasus hukum yang melibatkan keluarganya.
Aksi intimidasi ini terjadi pada Selasa malam, 29 Juli 2025, pukul 21.40 WIB. Melalui sambungan WhatsApp, H melontarkan kata-kata kasar, tuduhan tak berdasar, hingga ajakan duel satu lawan satu kepada wartawan Al. Peristiwa tersebut terjadi di wilayah Desa Taman Sari, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, tepatnya di RT 002/RW 005.
Berdasarkan keterangan Al, konflik bermula dari dugaan sepihak bahwa dirinya menjadi “dalang” atas permasalahan hukum yang menimpa adik H.
Padahal, jurnalis tersebut tidak memiliki keterlibatan apapun. Bahkan, Al turut diamankan oleh pihak berwajib pada hari kejadian, yang menegaskan bahwa dirinya juga merupakan bagian dari proses hukum, bukan aktor di balik layar.
“Saya sendiri ikut diamankan saat itu. Jadi sangat keliru dan tidak berdasar jika saya disebut sebagai dalang,” ungkap Al kepada awak media.
Al juga menjelaskan bahwa ia sebelumnya telah melakukan upaya mediasi bersama pihak-pihak terkait, termasuk AL, dalam rangka meredakan ketegangan yang sempat terjadi di depan kawasan Grand Rasidance dan di rumah salah satu keluarga yang terlibat.
“Itu semua hanya miskomunikasi, bukan skenario atau provokasi. Tapi malah saya yang jadi sasaran tudingan,” tambahnya.
Tindakan H tak bisa dipandang sebelah mata. Ancaman kekerasan dan ujaran intimidatif yang dikirimkan melalui media elektronik jelas masuk dalam ranah pidana. Berdasarkan:
Pasal 27 Ayat (3) UU ITE No. 19 Tahun 2016, setiap orang dilarang menyebarkan informasi elektronik yang mengandung penghinaan, pencemaran nama baik, dan ancaman.
KUHP Pasal 368, mengatur bahwa siapapun yang mengancam dengan kekerasan untuk maksud tertentu dapat dikenai sanksi pidana.
Perilaku H telah melewati batas, menciptakan ketakutan, serta melukai martabat profesi wartawan. Hal ini harus segera ditindaklanjuti secara hukum oleh aparat kepolisian.
Insiden ini memantik sorotan publik dan menjadi pengingat bahwa jurnalis kerap menghadapi risiko di lapangan, terutama ketika memberitakan isu-isu sensitif. Oleh karena itu, pihak kepolisian—khususnya Polsek Setu dan Polres Metro Bekasi—didesak untuk segera menindaklanjuti laporan Al dan memberikan perlindungan penuh terhadap korban.
“Kami para wartawan bekerja demi kebenaran informasi. Jika intimidasi seperti ini dibiarkan, maka yang terancam bukan hanya kami, tapi juga demokrasi,” kata Al dengan tegas.
Sebagai pilar demokrasi keempat, wartawan memiliki perlindungan khusus di bawah Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menjamin kemerdekaan pers, perlindungan hukum bagi wartawan, dan kebebasan masyarakat untuk mendapatkan informasi yang jujur dan adil.
Redaksi menghimbau aparat penegak hukum untuk segera bertindak cepat dan memberikan jaminan keamanan terhadap korban. Kekerasan terhadap jurnalis adalah kejahatan terhadap demokrasi.
(Suganda & time)