Wahanainfo | Pematangsiantar – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Pematangsiantar menyampaikan kritik keras terhadap Wali Kota Wesly Silalahi yang dinilai belum menunjukkan kinerja yang berarti sejak dilantik. GMNI menilai bahwa hingga kini, belum juga ada gebrakan nyata yang dilakukan Pemerintah Kota Pematangsiantar untuk menjawab berbagai persoalan krusial di tengah masyarakat. Senin 21 Juli 2025
Ketua GMNI Cabang Pematangsiantar, Ronald Panjaitan, menyatakan bahwa kepemimpinan Wesly Silalahi masih terkesan pasif dan minim inovasi. “Kami melihat belum ada langkah konkret yang benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat. Program-program yang dijanjikan saat kampanye belum terealisasi secara nyata,” ujar Ronald dalam keterangannya,
Menurut GMNI, beberapa persoalan mendesak seperti pengangguran, kemacetan lalu lintas, buruknya infrastruktur, dan penataan ruang kota belum mendapat perhatian serius dari pemerintah kota di bawah kepemimpinan Wesly Silalahi. Bahkan, komunikasi publik yang dibangun oleh Wali Kota dinilai lemah dan tidak partisipatif.
“Sebagai pemimpin baru, seharusnya beliau tampil progresif, aktif turun ke lapangan, dan membangun dialog dengan berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa dan pemuda. Tapi sejauh ini, yang kami lihat justru sebaliknya: diam dan tidak jelas arah kebijakannya,” tambah Ronald.
GMNI mendesak agar Wali Kota segera mengambil langkah strategis dalam 100 hari kerja ke depan, serta mempublikasikan capaian atau rencana kerja yang terukur agar masyarakat dapat menilai langsung kinerjanya.
“Kami tidak ingin kota ini berjalan tanpa arah. Kami akan terus mengawal dan mengkritisi jalannya pemerintahan agar tidak melenceng dari semangat reformasi birokrasi dan kepentingan rakyat,” tegas Ronald.
Sebagai organisasi perjuangan yang berpihak pada kaum marhaen, GMNI Cabang Pematangsiantar menyatakan komitmennya untuk tetap menjadi garda terdepan dalam menyuarakan aspirasi rakyat dan memastikan pemerintah berjalan sesuai amanat konstitusi.
Ketua GMNI Cabang Pematangsiantar, Ronald Panjaitan, menyoroti sejumlah masalah klasik yang masih belum tertangani secara serius, antara lain:
1. *Kemacetan Lalu Lintas* – Penataan lalu lintas di pusat kota semakin semrawut, terutama di kawasan Simpang Dua, Jalan Merdeka, dan seputaran Parluasan. Kurangnya koordinasi dengan Dinas Perhubungan dan tidak adanya solusi jangka panjang menyebabkan kemacetan terus berulang setiap hari.
2. *Banjir dan Drainase* – Setiap hujan deras, sejumlah wilayah di kota ini kembali digenangi air. Sistem drainase yang buruk dan kurangnya peremajaan saluran air menunjukkan lemahnya perencanaan dan perhatian terhadap persoalan lingkungan.
3. *Pengelolaan Sampah* – Masalah sampah masih menjadi momok, terutama di kawasan pasar tradisional seperti Pasar Horas dan Pasar Dwikora. Penumpukan sampah dan pengelolaan yang tidak profesional mencoreng wajah kota dan mengancam kesehatan masyarakat.
4. *Pengangguran dan Kesempatan Kerja* – Tingkat pengangguran di kalangan pemuda cukup tinggi, namun pemerintah kota belum memiliki program nyata untuk mendorong penciptaan lapangan kerja, terutama melalui UMKM, pelatihan keterampilan, atau menarik investasi yang berkelanjutan.
5. *Kesehatan dan Pendidikan* – Fasilitas pelayanan dasar seperti puskesmas dan sekolah masih banyak yang kurang optimal dari sisi pelayanan dan infrastruktur. Sementara itu, anggaran pendidikan dan kesehatan belum diarahkan secara efektif.
6. *Gedung IV Pasar Horas masih digantung* – Pasca kedatangan Gubernur Sumatera Utara, belum juga ada proges yang jelas juga Perlunya dialog yang masif teradap pedangang Pasar Horas.
7. *Minimnya Komunikasi Publik dan Transparansi*– Sejak menjabat, Wali Kota Wesly Silalahi belum pernah secara terbuka memaparkan roadmap pembangunan kota atau menyampaikan capaian program kerja secara transparan kepada masyarakat.
“Kita tidak melihat arah jelas pembangunan kota ini. Pemerintah seolah berjalan tanpa prioritas. Warga menanti perubahan, tapi yang datang justru kekecewaan,” ujar Ronald Panjaitan dalam keterangannya.
GMNI menilai bahwa kondisi ini menunjukkan lemahnya kepemimpinan dan komitmen politik untuk membenahi kota. Ronald menekankan bahwa GMNI tidak akan tinggal diam melihat stagnasi ini.
“Kami menyerukan kepada Wali Kota untuk segera menyampaikan laporan kinerja yang bisa diverifikasi publik. Jangan biarkan Pematangsiantar terjebak dalam gaya kepemimpinan yang pasif dan tanpa visi,” tegasnya.
GMNI juga mendorong agar Pemerintah Kota membuka ruang partisipasi publik secara luas, termasuk melibatkan kelompok mahasiswa, pemuda, dan masyarakat sipil dalam penyusunan kebijakan strategis.
Sebagai organisasi perjuangan yang berdiri di atas nilai-nilai marhaenisme, GMNI Cabang Pematangsiantar menyatakan komitmennya untuk terus mengawal jalannya pemerintahan dan menyuarakan aspirasi rakyat secara kritis dan konstruktif.
Lap. Red