SIMALUNGUN – Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Nagori (DPMPN) Pemkab Simalungun, Sarimuda Purba, angkat bicara menanggapi adanya dugaan kolusi antara Kejari Simalungun dengan para Pangulu se kabupaten Simalungun pada pelaksanaan program peningkatan paralegal tahun 2024. Menurutnya, bisa dipastikan hal tersebut melanggar jika benar kegiatannya digabung di kecamatan.
“Kalau memang bisa dibuktikan itu dilaksanakan di Kecamatan, baru bisa dikatakan melanggar aturan. Maka, buktikan dulu,” ujarnya seraya meminta bukti kepada wartawan bahwa kegiatan sosialisasi paralegal tersebut dilaksanakan di Kecamatan.
Sarimuda menegaskan, kegiatan peningkatan kapasitas paralegal tersebut merupakan program desa (nagori) yang anggarannya bersumber dari dana desa. Dengan demikian, pelaksanaan sosialisasi tersebut harus dilaksanakan di masing-masing nagori.
“Harusnya di nagori masing-masing dilaksanakan. Dan yang saya tau dilaksanakan di nagori, bukan di Kecamatan,” ujar Sarimuda saat diwawancarai melalui sambungan seluler, Senin 17 Maret 2025, sekira pukul 10.00 WIB.
Ketika diminta tanggapan terkait tindakan yang akan diambil jika terbukti ada pelanggaran, Sarimuda tidak bersedia berkomentar lebih jauh sebelum melihat bukti yang jelas. Dia juga menyampaikan, kalaupun terbukti ada pelanggaran, menurutnya itu sudah ranah dari inspektorat.
“Saya akan memberikan tanggapan kalau sudah saya lihat foto atau vidionya. Tapi kalaupun melanggar, itukan sudah ranah inspektorat,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan wahanainfo.com, bahwa dugaan kolusi berjamaah antara Kejari Simalungun dengan Pangulu terjadi pada pelaksanaan program peningkatan kapasitas paralegal yang dilaksanakan oleh para kepala desa (pangulu) se-Kabupaten Simalungun pada tahun 2024.
Dugaan kolusi disinyalir terjadi karena jumlah honorarium yang diterima oleh pihak kejaksaan sebagai narasumber dalam kegiatan tidak berbanding lurus dengan fakta jumlah kegiatan.
Informasi dihimpun dari sejumlah Pangulu, program peningkatan kapasitas paralegal tahun 2024 ini adalah kegiatan tingkat desa (nagori) yang biayanya bersumber dari APBDes masing-masing desa. Biaya dimaksud termasuk untuk honorarium narasumber yang berasal dari Kejaksaan.
Salah satu pangulu di Kecamatan Panei menyebut, sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB), kegiatan dimaksud seyogianya digelar di masing-masing nagori. Namun faktanya, kegiatan tersebut digelar di tingkat kecamatan dengan menggabungkan seluruh nagori dalam satu wilayah kecamatan yang bersangkutan.
Ironisnya, meskipun kegiatan yang sesuai rencana awal dilaksanakan di masing-masing nagori digabungkan menjadi satu kali pelaksanaan di tingkat kecamatan, namun honorarium narasumber tetap dibayarkan sesuai jumlah dalam RAB oleh seluruh pangulu kepada para jaksa yang bertindak sebagai pemateri.
“Ya, tetap saja kami bayarkan, bang (honor narasumber dari masing-masing nagori),” ujar salah satu pangulu yang meminta namanya tidak disebutkan.
Pihak Kejari Simalungun Akui Kegiatan Digabung di Kecamatan
Kepala Seksi Intelijen Kejari Simalungun, Sumitro Situmorang, yang didampingi oleh salah seorang jaksa, David Siregar, membenarkan bahwa kegiatan tersebut memang dilaksanakan secara terpusat di kecamatan, bukan di masing-masing nagori.
Menurut David Siregar, hal ini terjadi karena keterbatasan jumlah sumber daya manusia di Kejari Simalungun untuk menjadi narasumber, yang kurang memungkinkan untuk efektif dari segi waktu, dalam hal menjangkau seluruh Nagori di Kabupaten Simalungun jika kegiatan dimaksud dilaksanakan di setiap nagori.
“Kami sudah jelaskan, kami kekurangan personel untuk itu. Makanya kegiatan dilaksanakan di kecamatan. Itu kesepakatan dari pangulu-pangulu juga. Kami (kejaksaan) kan yang diminta mereka (para pangulu) nya jadi narasumber. Pangulunya pengelola anggarannya,” ujar David yang diamini oleh Sumitro, saat ditemui di Kantor Kejari Simalungun, Selasa (11/03/25) sore.
Dia tidak menampik bahwa para jaksa yang menjadi narasumber tetap menerima honor dari masing-masing nagori meskipun kegiatan hanya dilakukan satu kali di kecamatan.
“Ya, mereka (pangulu) memberi, kami menerima,” katanya.
Terkait dengan apakah hal tersebut dapat dikategorikan melanggar aturan atau tidak, David mengembalikannya kepada setiap pihak untuk memberikan penilaian.
“Tergantung siapa yang menilai,” ujarnya singkat.
David juga tidak bersedia menanggapi lebih jauh saat diminta pendapat apakah tidak lebih baik jika dilakukan pengurangan anggaran di masing-masing nagori untuk kegiatan dimaksud, karena realita jumlah kegiatan sudah berkurang dari yang direncanakan.
“Itu kembali kepada para pangulu. Silakan ditanyakan langsung kepada mereka,” pungkasnya. (Jos/CM)