OLEH: EKO SULISTYO
Perhelatan KTT G20 di Bali telah selesai. Salah satu infrastruktur yang berperan penting suksesnya kegiatan itu adalah operasionalisasi mobil listrik (Electric Vehicle/EV) dan stasiun pengisian baterai (charging station).
Kini menjadi tugas bersama para pemangku kepentingan, terutama PT PLN (Persero), memelihara pilot project ekosistem EV itu untuk dikembangkan di level nasional.
PLN menyediakan 66 stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) ultrafast charging di pusat kegiatan KTT G20, berkapasitas masing-masing 200 kWh. Sebanyak 1.256 unit kendaraan listrik, baik roda empat dan roda dua, termasuk 30 bus listrik produksi PT Industri Kereta Api, melayani tamu-tamu yang hadir.
Fasilitas ini adalah manifestasi keseriusan Indonesia dalam transisi energi, yang bisa disaksikan para pemimpin dunia di Bali. Seperti diketahui, transisi energi di Indonesia mengandalkan dua sektor, yakni transpotasi dan energi.
Dekarbonisasi transportasi bisa langsung dieksekusi di lapangan, yang agak berbeda di sektor energi, rencana pensiun dini pembangkit listrik tenaga batubara (PLTU), membutuhkan proses yang lebih panjang. Dekarbonisasi transportasi idealnya memanfaatkan energi terbarukan sebagai akselerasi mobilitas ramah lingkungan.
Dalam roadmap Indonesia Net Zero Emission (NZE) 2060, pemakaian kendaraan listrik selaras dengan target pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sesuai Paris Agreement 2015. Namun masih ada sejumlah kendala dalam pengembangan kendaraan listrik berbasis baterai (BEV).
Selain harga yang masih tinggi, ada keterbatasan penguasaan teknologi, khususnya durasi daya baterasi dan jarak tempuh mobil (maximum range) untuk sekali pengisian. Untuk itu, produksi EV dan baterai membutuhkan riset dan pengembangan agar diperoleh teknologi baru yang lebih efisien.
Pada gilirannya akan menghasilkan produk dengan nilai keekonomian dan menarik minat pasar. Sehingga transisi energi di sektor otomotif tidak membawa disrupsi industri komponen otomotif, yang masih didominasi teknologi pembakaran internal (ICE).
Selain itu, komponen pendukung kendaraan listrik harus dapat diproduksi di dalam negeri. Ini akan mendorong peningkatan produk komponen dalam negeri sehingga harganya lebih terjangkau.
Pembangunan industri baterai dan EV di Indonesia akan menjadi lompatan besar menuju pasar EV level global, sekaligus bentuk kontribusi Indonesia dalam transisi energi.
Pengembangan kendaraan listrik membutuhkan pasokan dan infrastruktur jaringan listrik, SPKLU, pembiayaan, hingga industri manufaktur kendaraan listrik.
Bagi pemerintah, optimalisasi penggunaan kendaraan listrik, selain untuk mitigasi perubahan iklim, juga bagian dari strategi mengurangi pemakaian bahan bakar minyak (BBM), yang sebagian besar masih diimpor.
Sesuai tren global transisi energi, industrialisasi dan rantai pasok masa depan, ditentukan adopsi teknologi dan prinsip ekonomi rendah karbon. Kebijaksanaan industri diselaraskan dengan produktivitas ekonomi berbasis energi hijau. Faktor produksi berbasis energi bersih menjadi strategis ketika faktor alam tidak lagi menjadi input produksi secara keseluruhan.
Elon Musk, CEO Tesla, dalam Forum B20 di Bali, yang hadir secara virtual, mengakui Indonesia sudah berkontribusi dengan baik dalam stabilitas ekosistem kendaraan listrik, salah satunya melalui produksi baterai kendaraan listrik. Dengan bahan baku yang melimpah, terutama nikel, Indonesia bisa menjadi produsen penting produk berbasis nikel, seperti baterai litium dan BEV.
Untuk memasarkan dan mengundang investasi pengembangan kendaraan listrik, tidak hanya tanggung jawab pemerintah, tapi juga perlu peran masyarakat dan swasta.
Masyarakat penting diberikan edukasi manfaat dan penghematan menggunakan kendaraan listrik. Pemerintah telah memberikan insentif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) nol persen untuk kendaraan listrik murni. PLN juga memberi diskon tarif listrik 30 persen bagi pemilik EV untuk pengisian di malam hari.
Peran swasta dalam pengembangan ekosistem kendaraan listrik, seperti New Energy Nexus (NEX) Indonesia, yang berinvestasi dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan energi bersih. NEX Indonesia melakukan pendampingan, pelatihan dan pemantauan terhadap 44 usaha rintisan (start-up) berbasis energi terbarukan. Peserta inkubasi juga diberikan materi cara memperluas jaringan bisnis skala lokal dan internasional.
Swasta yang baru saja investasi bagi pengembangan EV di Indonesia adalah Indonesia Authority Invesment (INA). INA memiliki alasan untuk investasi, berdasarkan perkiraan kendaraan listrik akan semakin maju dan pasarnya berkembang pesat. Besaran dana investasi INA adalah $ US 2 miliar.
Grab Indonesia dan Blue Bird, sudah menggunakan kendaraan listrik sebagai bentuk dukungan pengembangan ekosistem EV, dalam jasa transportasi daring mereka. Berdasarkan kajian Grab Indonesia, lebih dari 70 persen mitra pengemudi Grap menyukai kendaraan listrik, dibanding kendaraan konvensional.
PLN bersama anak usahanya berkolaborasi dengan Indonesia Battery Coorporation (IBC) telah membangun Battery Energy Storage System (BESS) berkapasitas 5 Megawatt (MW) pada tahun ini.
Program ini adalah tindak lanjut rencana kerja IBC untuk memulai ekosistem battery storage di Indonesia dalam mempercepat transisi energi hijau dan mencapai NZE pada 2060. Program ini juga untuk memproduksi baterai secara massal agar harga kendaraan listrik lebih murah.
Akhirnya, showcase penggunaan EV pada KTT G20 di Bali, menjadi “PR” pemerintah untuk meningkatkan dan mempercepat ekosistem kendaraan listrik. Karena kebijakan transportasi hijau kendaraan listrik akan memberi efek ganda berkenaan dengan penurunan emisinya.
Kendaraan listrik harus menjadi bagian dari strategi transformasi energi, mempercepat target emisi nol bersih, dan mengurangi ketergantungan impor BBM. (*)
Penulis adalah Komisaris PT PLN (Persero).