[Oleh : Muhamad Abdulkadir Martoprawiro]
Apakah negara yang tidak mau diajak oleh Amerika Serikat, otomatis dianggap musuh AS? Apakah negara yang tidak memberi keuntungan pada AS adalah musuh AS? Apakah benar, suatu negara tidak harus menyerang AS untuk dianggap musuh AS? Pertanyaan ini menguat dalam benak saya, di tahun 2022. Apakah yang terjadi pada tahun 2022, sehingga pertanyaan itu menguat?
Libya bangkrut, setelah Muammar Khadafi dibunuh oleh rakyatnya sendiri, yang percaya kebohongan yang disebarkan oleh AS di negaranya. Presiden Iraq Saddam Husein dihukum mati, setelah AS berbohong tentang adanya senjata kimia di Iraq, dan menyerbu negaranya. Puluhan negara pernah terbunuh presidennya atau sosok pemimpin masyarakatnya, akibat campur tangan AS.
Apakah Swedia dan Finlandia ketakutan karena belum bergabung bersama AS? Apakah Swedia dan Finlandia takut menjadi seperti Libya dan Iraq? Mungkin tidak begitu, tapi saya tidak tahu.
1. Pada 29 Juni 2022, 5 hari sebelum perayaan hari kemerdekaan AS, Swedia dan Finlandia, bergabung dengan NATO. Sebelumnya Swedia dan Finlandia merupakan sedikit negara yang di Eropa yang menolak bergabung dengan NATO yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Ini merupakan pencapaian AS di hari kemerdekaannya yang ke-246, tanggal 4 Juli 2022.
Di luar dugaan, Turki akhirnya mencabut hak veto dan menerima bergabungnya Finlandia dan Swedia sebagai anggota baru Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Tindakan Turki ini mendapat kecaman keras dari Rusia. Persetujuan Turki untuk mendukung bergabungnya Finlandia dan Swedia menjadi anggota NATO, disampaikan langsung oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) NATO di Madrid, Spanyol, Rabu 29 Juni 2022.
Saya pribadi tidak heran dengan keputusan Turki, karena pada akhirnya Turki mau-tidak-mau akan merapat ke AS, setelah sebelumnya membangun kerja sama dengan Israel. Salah satu pangkalan militer AS terkuat di Asia, ada di Turki. Apalagi kehancuran ekonomi Turki saat itu dengan inflasi 73%, menyebabkan Turki harus merapat ke negera-negara dengan ekonomi yang kuat.
2. Aliansi militer selain NATO adalah Pakta Warsawa, yang saat ini telah bubar, bersama bubarnya Uni Sovyet. Dengan bubarnya Pakta Warsawa, lawan Pakta Warsawa tidak membubarkan diri, melainkan justru menguatkan diri. Mantan anggota Pakta Warsawa, yaitu Ukraina yang berbatasan dengan Rusia, diajak menjadi anggota NATO, setelah presidennya yang pro-Rusia, diganti oleh komedian Ukraina Zelensky yang pro-Barat pada tahun 2019, lewat FoF (firehose of falsehoods) yang masif. Sebelum Ukraina, satu-per-satu negera-negara pecahan Uni Sovyet, bergabung menjadi anggota NATO: Bulgaria, Estonia, Latvia, Lithuania, Romania, Slovakia, and Slovenia.
NATO didirikan pada tahun 1949, dan Pakta Warsawa didirikan 6 tahun sesudahnya, setelah Perang Dunia II. Jadi, perang dunia I dan II bukannya menyadarkan negara-negara Eropa atas dampak kehancuran akibat perang. Mereka justru membangun dua aliansi militer yang berpotensi memunculkan perang dunia berikutnya, yaitu NATO dan Pakta Warsawa.
3. Menanggapi masuknya Swedia dan Finlandia menjadi anggota NATO, Vladimir Putin mengatakan:
“Dengan Swedia dan Finlandia, kami tidak memiliki masalah yang sama seperti Ukraina. Mereka ingin bergabung dengan NATO, silakan. Namun, mereka harus memahami bahwa tidak ada ancaman sebelumnya, sementara sekarang, jika kontingen militer dan infrastruktur dikerahkan di sana, kita harus merespon dengan baik dan menciptakan ancaman yang sama untuk wilayah dari mana ancaman terhadap kita diciptakan.”
Hubungan Rusia dengan Swedia dan Finlandia pastilah akan memburuk. Walaupun demikian, kita harus menunggu apakah bergabungnya Swedia dan Finlandia ke NATO, betul-betul akan diikuti oleh penguatan infrastruktur militer di kedua negara, atau pembangunan pangkalan militer AS.
4. Sebelum hancurnya Uni Sovyet, Indonesia secara konsisten menolak untuk masuk dalam pertarungan antara blok barat (NATO) dan blok timur (Pakta Warsawa). Bahkan gerakan non-blok dimulai pembicaraannya pada Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika yang diadakan di Bandung, Indonesia, pada tahun 1955, tepat pada tahun pendirian Pakta Warsawa.
Beberapa kali Indonesia diajak dalam pembentukan aliansi militer antar-negara, tapi selalu menolak. Akhirnya, Indonesia seperti negara yang aneh di antara negara-negara sekitar yang membangun aliansi. Beberapa aliansi militer dengan Indonesia berada di tengah, tapi tidak ikut, antara lain: ANZUS (AS, Australia, Selandia Baru), SEATO (Amerika Serikat, Britania Raya, Prancis, Australia, Selandia Baru, Pakistan, Thailand, Filipina), dan FPDA (Britania Raya, Australia, Selandia Baru, Malaysia, Singapura).
Indonesia hanya terlibat dalam aliansi yang dibentuk PBB. Dengan konsistensi Indonesia seperti diuraikan di atas, maka Indonesia, seperti sering saya tuliskan, akan menjadi pusat peradaban masa depan, dengan komitmen kemanusiaan yang luhur, dalam masyarakatnya, dan dalam pergaulan internasionalnya.
5. Agar tulisan ini berimbang, saya perlu katakan, banyak rakyat AS yang memiliki kepekaan terhadap nilai-nilai keadilan, kesetaraan, dan kemanusiaan yang luhur. Ketika Donald Trump meunjukkan sikap tidak adil kepada rakyat AS yang muslim, apakah hanya umat Islam yang berdemonstrasi di jalan, di bandara, dll? Tidak. Umat Kristen, Katolik, dan Yahudi juga turun ke jalan.
Apa yang dituliskan di bagian-bagian sebelumnya, bukanlah tentang rakyat AS, melainkan tentang kebijakan luar negeri AS.
Menyambut tahun 2023, semoga Indonesia tidak pernah menjadi takut, untuk tetap tidak terlibat dalam aliansi militer apapun. Menyambut tahun 2023, semoga Indonesia menjadi negara yang menghargai nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan, bukan hanya dalam masyarakatnya, melainkan juga dalam pergaulan internasionalnya.
Selamat Tahun Baru 2023. Selamat berjuang bersama untuk kebaikan, dan untuk menjadikan Indonesia pusat peradaban masa depan.
*Penulis adalah salah satu pendiri perkumpuluan grup diskusi dengan babo wilayah sumatera.