Oleh : Nikmatul Sugiyarto
Anak asrama adalah status yang pernah kupeluk selama mengenyam pendidikan di sekolah menengah pertama. Katanya pengalaman adalah guru terbaik bagi setiap orang. Kali ini aku setuju dengan quotes itu.
Hidup di asrama memang nano-nano penuh rasa, asam dan asin melebur jadi satu yang mendominasi. Tapi ingat ada manis yang menjadi bagian dari rasa yang mengambil sebagian besar dari keseluruhannya.
Kerja sama menjadi kekuatan kami dalam hidup berdampingan yang jauh dari sanak saudara. Ada suatu moment ketika terselenggara perlombaan, pembagiannya berdasarkan kontingen kamar sebagai tempat bernaung di asrama.
Setiap kali juara perlombaan tercetak dengan gamblang, maka kami akan mendendangkan lagu berlirik “jangan diambil hati, kita musuh dalam lomba, kita teman seasrama, kita teman slama-lamanya”.
Sepenggal lagu itulah yang mengingatkanku dengan hubungan Jokowi dan Prabowo selama ini. Mereka pernah berada dalam satu panggung, yang menyandang status sebagai rival. Tapi, Jokowi tidak membuat status itu merambah dalam kehidupan mereka.
Untuk menjalin komunikasi dan merajut hubungan saudara setanah air, ia mengangkat Prabowo menjadi menteri pertahanan. Sesuai dengan latar belakang yang dimilikinya. Dan kini masa jabatan mereka menjadi pelayan rakyat tinggal satu tahun. Prabowo ingin menggunakan peluang yang datang pada tahun 2024 nanti, sebagai langkah untuk memperpanjang masa jabatannya di pemerintahan.
Tentu dengan jabatan yang lebih tinggi dari sekarang, karena dia ingin meneruskan perjuangan Jokowi tadi. Kalah dua kali tak membuatnya patah semangat begitu saja. Makanya Jokowi amat menghargai pilihannya tadi dengan mengutarakan, bahwa 2024 nanti jatah dari ketum Gerindra itu.
Tapi untuk menjemput kemenangan itu bukan suatu langkah yang tepat, jika Prabowo tidak mengevaluasi apa yang menjadi sebab kekalahannya dalam kontestasi pilpres sebelumnya. Jokowi melemparkan doa itu tentu dengan maksud, agar Prabowo bisa mengubah cara berpolitiknya.
Termasuk menimbang kesempatan untuk bergeser ke posisi di bawahnya, menjadi seorang wakil presiden. Dia tidak memiliki kapasitas sebagai seorang pemimpin, karena banyak faktor. Selain umurnya yang menginjak batas senja, ada rekam jejaknya selama lima tahun terakhir sebagai menhan.
Banyak keputusan yang diambilnya tanpa pikir dua kali, yang membuat Jokowi harus berulang kali menegurnya. Dari kejadian pesawat maupun persoalan tentang proposal perdamaian di forum internasional. Untuk itu alangkah lebih baiknya dia menempati posisi kedua di negeri ini, tentu dengan seorang pemimpin yang dapat memberikan arah dan pandangan serta realisasi dalam kinerjanya nanti.
Dia adalah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah sekaligus capres PDIP. Kenapa aku memilihnya? Jelas faktor utama karena latar belakangnya yang cakap dalam memimpin selama hampir 10 tahun terakhir.
Jawa Tengah menjadi satu bukti keberhasilannya membawa warga ke arah perubahan. Dari rekam jejak kita bisa mendalami bagaimana cara dia menjamah wilayahnya dengan program yang begitu ciamik.
Mengikuti perkembangan zaman, Ganjar mampu membawa inovasi dalam setiap progja yang diinisiasinya. Kunci utamanya tetap mengedepankan nilai mudah, cepat dan murah. Semua kalangan warga dari berbagai usia mengakui itu.
Mulai yang tua suka dengan gaya komunikasinya, kalangan di usia pertengahan dengan ketegasannya, dan anak muda melalui diskusi atau sharing dengan sang gubernur. Dan aku yakin di situ Prabowo mampu membawa peran besar, dengan menawarkan bagaimana pengalamannya selama ini.
Tentu dengan jiwa yang lebih muda, Ganjar akan membuat kolaborasi program dan kelanjutan kerja dengan sentuhan style terkininya. Ya, Prabowo memiliki power yang super untuk mendukung dan membersamai Ganjar dalam kepemimpinan selama lima tahun ke depan.
Dengan kekuatan gotong-royong, Ganjar akan selalu menggamit dan merangkul Prabowo untuk melanjutkan perjuangan Jokowi. Meraih Indonesia Emas tidak bisa dipikul sendiri, perlu sinergitas besar untuk mewujudkannya.
Ganjar dan Prabowo memiliki potensi untuk melancarkan cita-cita besar bangsa dan negara tersebut. Sudah menjadi rahasia umum juga, bila Prabowo masih ditempeli kaum radikal yang dapat mengikis persatuan NKRI.
Itulah mengapa elektabilitasnya dan suara rakyat sebagian besar berada pada Ganjar. Jika Prabowo benar sudah berubah dengan meninggalkan mereka, maka Ganjar bisa menjadi orang pertama yang membuatnya lepas dari bayang-bayang radikalisme.
Begitu pula dengan rekam jejak yang menggambarkan bagian kelam Prabowo, saat merintis karir di dunia militer dulu. Warga tidak akan berpikir neko-neko dengan gaya kepemimpinannya akan dibawa ke arah masa lampau, jika Ganjar yang menggandengnya.
Gubernur Jawa Tengah itu yang akan memegang kendali, agar Prabowo tidak terjebak dengan masa lalu. Dia akan menjadi pagar yang akan mengingatkan ketum Gerindra itu bahwa negara kita demokrasi, bukan otoriter yang diterapkan dalam pemerintahan Indonesia.
Dengan begitu, akupun yakin bahwa pemilu di Indonesia nanti, bukan hanya berjalan dengan damai saja. Tapi kemenangan bersama mereka dan nantinya selama pemerintahan Ganjar-Prabowo, Indonesia akan berjalan cepat menuju masa keemasannya.
Tentunya kedamaian dan kesejahteraan bangsa dan negara tadi harus diperoleh dari gotong-royong yang ajib. Bukan senggol-senggolan yang membuat sakit hati, dan keegoisan yang mengorbankan kepentingan rakyat. Melainkan dengan keluasan hati dan pikir untuk menghadirkan persatuan Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Ganjar dan Prabowo satu asrama, di Negara Kesatuan Republik Indonesia. maka dalam kapasitas keduanya sebagai anak bangsa, kolaborasi untuk membawa negara kita maju adalah prioritas utama. Jadi setuju bukan jika dua insan ini, Ganjar-Prabowo, menjadi satu kesatuan untuk memimpin negara kita? Aku sih “YES”, kamu?