Wahanainfo | Jakarta,Pengurus Besar Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia Majelis penyelamat (PB SEMMI MP ) melayangkan kritik keras dan tegas terhadap Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag) pasca terbitnya evaluasi resmi dari Kerajaan Arab Saudi terkait penyelenggaraan ibadah Haji 1446 H/2025 M.
Dalam pernyataannya, PB SEMMI menilai bahwa sejumlah pelanggaran yang disorot Pemerintah Arab Saudi bukan sekadar kesalahan administratif, tetapi bentuk nyata kelalaian sistemik yang berakibat langsung pada keselamatan jamaah Indonesia. Kamis 19 Juni 2025
“Kami mendesak DPR RI membentuk Panitia Khusus (Pansus) Haji 2025 untuk menyelidiki secara menyeluruh penyelenggaraan haji tahun ini, dan meminta Aparat Penegak Hukum memeriksa Dirjen PHU Kemenag. Skandal ini terlalu besar untuk diredam,” kata Sekretaris Jenderal PB SEMMI MP, Muhammad Iqsam, di Jakarta, Kamis (19/6/2025).
PB SEMMI MP merujuk pada Nota Diplomatik Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta Nomor 211-5261 yang diterima Kementerian Luar Negeri RI pada 16 Juni 2025. Beberapa poin yang diungkap antara lain:
• Kedatangan kloter jamaah tidak sesuai jadwal dan prosedur resmi, menyebabkan kekacauan layanan.
• Pemindahan jamaah dari Madinah ke Makkah dilakukan tanpa izin resmi, berisiko hukum dan keselamatan.
• Verifikasi kesehatan dinilai tidak akurat, hingga menyebabkan angka kematian jamaah Indonesia mendominasi, disebut mencapai 50% dari total kematian jamaah asing.
• Kemenag tidak menjalin kontrak dengan penyedia resmi layanan kurban (ADAHi), yang merupakan ketentuan wajib dari Pemerintah Arab Saudi.
Desak Proses Politik dan Hukum Serentak
Menurut Iqsam, temuan ini harus disikapi secara serius oleh DPR RI dan seluruh institusi penegak hukum.
“Pemeriksaan terhadap Dirjen PHU adalah pintu masuk untuk membongkar mata rantai kelalaian dan kemungkinan korupsi dalam sistem haji. Kami mencium indikasi penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran prosedur yang mengarah pada tindak pidana,” tegasnya.
PB SEMMI MP meminta:
• DPR RI segera membentuk Pansus Haji 2025, melibatkan publik dan media dalam setiap tahapan proses.
• Kejaksaan Agung, KPK, dan Bareskrim memeriksa pejabat Dirjen PHU dan seluruh kontraktor terkait, dengan kemungkinan penerapan pasal korupsi dan pencucian uang.
• Transparansi anggaran haji secara real-time melalui dashboard digital yang dapat diakses publik dan jamaah.
• Moratorium kontrak layanan haji dengan vendor bermasalah dan audit menyeluruh atas kontrak yang berjalan.
PB SEMMI memberikan waktu 14 hari kepada DPR dan APH untuk mulai menjalankan proses yang dimaksud. Bila tidak ditindaklanjuti, kami akan:
• Mengajukan class action terhadap negara atas kelalaian yang menyebabkan kematian jamaah.
• Menggelar aksi nasional serentak di seluruh ibu kota provinsi.
• Membuka komunikasi dengan organisasi keislaman internasional untuk mengevaluasi integritas pelaksanaan haji Indonesia.
PB SEMMI MP menegaskan bahwa penyelenggaraan haji bukan sekadar tugas administratif, melainkan amanah suci dari umat yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Kegagalan dalam sistem ini bukan hanya menimbulkan luka, tetapi juga krisis kepercayaan umat terhadap negara.
“Ibadah haji adalah kehormatan. Jangan biarkan amanah ini dicemari oleh kelalaian dan ketidakbecusan pengelolaan,” tutup Iqsam.